30 Mac 2011

Angka 7 dalam Agama Kristen dan Yahudi




Agama Kristen dan Yahudi memiliki historisitas yang serupa. Karena itu ihwal keistimewaan Angka 7 pun sudah menyejarah dalam rentang waktu yang panjang dan mempengaruhi peradaban di kawasan tempat berkembangnya kedua agama itu.

Angka 7 sangat menonjol dalam kitab kedua agama ini. Baik itu yang tertuang dalam Perjanjian Lama (di sini termasuk Zabur dan Taurat) maupun Perjanjian Baru.

Pendeta Pelita H. Surbakti, S.T., M. Th. mengungkapkan, dalam salah satu kitab Perjanjian Lama, yaitu Wahyu, angka 7 (tujuh/epta) muncul secara sangat menonjol sebanyak 54 kali. Jumlah tersebut belum termasuk yang muncul secara implisit, misalnya: "Anak Domba yang disembelih itu layak untuk menerima kuasa, dan kekayaan, dan hikmat, dan kekuatan, dan hormat, dan kemuliaan, dan puji-pujian!" (5:12), "Amin! puji-pujian dan kemuliaan, dan hikmat dan syukur, dan hormat dan kekuasaan dan kekuatan bagi Allah kita sampai selama-lamanya! Amin!" (7:12). Selain itu dalam kitab ini juga muncul kata berbahagia (Maka,rioj/Makarioi) sebanyak 7 kali: 1:3; 14:13; 16:15; 19:9; 20:6; 22:7; 22:14.

Angka 7 memiliki pengertian tersendiri. Dalam Yehezkiel 25-32, angka ini juga muncul untuk menyebut ”7 bangsa”. Bagi orang-orang Yahudi, angka ini memiliki makna yang terkait dengan kesempurnaan, keutuhan, totalitas, dll. Dengan makna tersebut, maka angka 7 sering dikaitkan dengan kuasa spiritual Allah atau karya-Nya. Nampaklah betapa kuatnya aura angka 7 sebagai simbol alam rohanidan spiritualitas. Angka 7 begitu signifikan dalam kitab agama Kristen dan Yahudi.

Ketika tiga pasal dalam kitab itu muncul, ternyata ditujukan kepada 7 jemaat di Propinsi Asia: 1. Efesus; 2. Smirna; 3. Pergamus; 4.Tiatira; 5.Sardis; 6. Filadelpfia dan 7. Laodikia.

Pendeta Pelita Surbakti dalam tulisannya mempertanyakan, apakah kitab ini hanya ditujukan kepada jemaat-jemaat di kota-kota tersebut di atas? Apakah ada penafsiran lain mengingat kota-kota tersebut berjumlah 7 buah?

Dalam penjelasan tentang angak 7 di atas, tampaklah bahwa angka 7 merujuk kepada sebuah arti kesempurnaan atau keutuhan. Beranjak dari makna angka 7 tersebut, sebagian besar ahli menyimpulkan bahwa penerima kitab ini adalah keseluruhan gereja di segala tempat dan segala abad. Salah satu ayat yang sering dijadikan acuan untuk kesimpulan ini adalah 1:19 ”Karena itu tuliskanlah apa yang telah kaulihat, baik yang terjadi sekarang maupun yang akan terjadi sesudah ini.”

Masih merujuk pendapat Pendeta Pelita Surbakti, kitab ini merupakan kombinasi antara tuntutan spiritual dan tuntutan etik. Secara spiritual mereka diminta untuk tetap setia dalam situasi yang sangat sulit sekalipun. Pada saat yang sama, secara etik, mereka juga diminta untuk waspada terhadap kekuatan dan keinginan jahat yang terus menerus mendesak mereka kepada kehidupan moral yang tidak disukai Allah. Tuntutan ini menjadi sangat beralasan sebab Allah yang mereka percayai adalah Allah yang kekal, Allah yang menjadi hakim pada hari penghakiman.

Pembacaan dengan teliti ayat-ayat: 1:7; 6:16-17 (7:16-17); 11:15-18; 14:14-20; 16:20-21; 19:11 dab. (20-21); 20:11 dab.) menegaskan adanya gagasan tentang hari penghakiman. Jika menghitung kelompok ayat-ayat di atas, maka jumlahnya ada 7 buah. Berdasarkan ke-7 kelompok ayat tersebut, para ahli umumnya sepakat untuk membagi kitab Wahyu menjadi 7 bagian.

Dengan keunikan angka 7, akhirnya banyak ahli berpendapat bahwa pembagian kitab ini menjadi 7 bagian menjadi satu hal yang sangat masuk akal. Pembagian tersebut mengisyaratkan suatu kesempurnaan dari yang Maha Sempurna.

Ke-7 pembagian tersebut mewakili sebuah peristiwa yang berbeda satu dengan yang lainnya. Begitulah formasi angka 7 digunakan dalam pembagian lengkapnya sbb:

1. Kristus di tengah-tengah kaki dian dari emas (1-3)
2. Gulungan kitab dengan tujuh meterai (4-7)
3. Tujuh sangkakala penghukuman (8-11)
4. Perempuan dan Anak laki-laki dianiaya oleh naga dan para pembantunya (binatang dan pelacur) (12-14)
5. Tujuh cawan murka (15-16)
6. Jatuhnya pelacur besar dan kedua binatang (17-19)
7. Penghukuman atas naga (iblis) yang diikuti oleh penciptaan langit baru dan bumi yang baru (20-22)


Keunikan dan keistimewaan angka 7 yang memang universal terdapat pada semua agama besar itu ada kalanya sering diperdebatkan siapa mempengaruhi siapa. Dalam perdebatan agama-agama, Islam mengakui Zabur, Taurat dan Injil mendahului Al-Qur’an. Namun Islam kemudian menyempurnakan konsepsi tentang angka, termasuk keistimewaan angka 7. Bahkan peradaban Islam pula yang menyempurnakan konsep penulisan bilangan angka 1-9 dan penetapan bilangan 0 (nol) hingga bentuknya sekarang ini digunakan di seluruh dunia.

Sedangkan dari sisi falsafah angka, sejarah memperlihatkan dengan terang benderang, hanya Pythagoras yang tegas terang-terangan sebagai satu-satunya filsuf pengibar filsafat angka dengan segala dimensi metasikanya. Untuk selanjutnya kaum Pytagorean dan pewaris filsafat angka Pythagoras merumuskannya menjadi suatu ilmu yang disebut numerologi hingga zaman modern sekarang, teruji melewati rentangan abad demi abad.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan